Kamis, 08 Juli 2010

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA DALAM INOVASI PENDIDIKAN

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA DALAM INOVASI PENDIDIKAN



Pendahuluan

Banyaknya diskusi tentang inovasi pendidikan menunjukkan bahwa inovasi pendidikan kedokteran yang sedang dilaksanakan mendapat perhatian dan tanggapan dari banyak pihak. Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada telah lebih dari empat tahun melaksanakan inovasi pendidikan dengan menggunakan modul, tetapi masih nampak bahwa tutorial belum berjalan seperti yang diharapkan. Kendalanya masih banyak. Kadang-kadang ketidakpuasan juga timbul terhadap perubahan yang baru dibuat. Belum semua tenaga pengajar terlibat dalam tutorial, dan yang telah terlibat belum mampu memberikan prioritasnya pada inovasi itu. Para nara sumber yang diharapkan dapat membantu meningkatkan mutu tutorial belum menggunakan kesempatan yang telah diberikan kepadanya.


Mengingat berbagai hal tersebut dapat diduga bahwa dasar yang mantap bagi inovasi pendidikan kedokteran sebenarnya masih harus dipersiapkan. Dalam beberapa hal masih harus diadakan perubahan, dan dalam hal-hal tertentu masih perlu dimantapkan dan dikembangkan, terutama bagi SDM pelaksananya. Tanpa mengurangi penghargaan atas kerja yang telah dilakukan oleh pelopor inovasi, kiranya banyak yang sependapat bahwa dasar untuk pengembangan inovasi pendidikan kedokteran masih perlu banyak perbaikan dan diperkuat. Dalam memantapkan dasar itu hendaknya perlu diperhatikan semua komponen yang terlibat di dalamnya. Salah satu komponen itu adalah tenaga pengajar sebagai SDM yang melaksanakan inovasi itu. Masih banyak tenaga pengajar terutama yang senior belum terlibat secara optimal. Padahal bila mau belajar dari pengalaman terdahulu, justru tenaga senior termasuk Guru Besar juga memberikan pengajaran pada mahasiswa tahun pertama. Oleh karena itu dalam menghadapi masa depan seharusnya juga melihat masa lampau. Mungkin ada gagasan masa lampau yang dapat dipakai kembali.1 Nilai dan pengalaman dapat dipetik dan digunakan untuk kepentingan masa sekarang.

Ada dasar pelaksanaan inovasi pendidikan kedokteran yang belum kokoh. Hal ini dapat dilihat antara lain pada jalannya tutorial yang belum mantap. Pendapat dapat berbeda tentang betapa kokohnya dasar-dasar yang telah ada, tetapi dapat dirasakan dan semuanya akan sependapat bahwa banyak hal menanti penyempurnaan. Dalam hal ini sekali lagi ingin ditekankan bahwa jerih payah mereka yang telah berjasa dalam menegakkan inovasi pendidikan kedokteran tidak boleh diabaikan bahkan harus dijadikan teladan.

Banyaknya tenaga pengajar yang telah dimiliki sebenarnya dapat memperlancar pelaksanaan inovasi pendidikan, tetapi pada kenyataannya tidak demikian. Masih banyak tenaga pengajar yang belum terlibat dalam pelaksanaan inovasi itu. Sementara yang telah dilibatkan, masih ada yang belum melaksanakan tugasnya secara optimal. Dalam hal ini perlu ada pemikiran tentang program pengembangan SDM agar mereka lebih mampu berperan aktif untuk keberhasilan inovasi itu.

Pengetahuan dan pengertian tenaga pengajar tentang inovasi pendidikan kedokteran belum sama dan belum merata, oleh karena itu pembinaan masih sangat dibutuhkan. Demikian pula pembinaan pada iklim kerja harus diusahakan agar mampu menciptakan maturitas kepribadian tenaga pengajar yang ada. Maturitas SDM sangat diperlukan pada pelaksanaan inovasi karena sikap dan perilaku yang mature dalam menerima inovasi merupakan tangga menuju keberhasilan yang diharapkan. Maturitas kepribadian mendorong untuk bersikap altruistik dan dengan perilaku altruistik itu maka orang akan merasa bahagia dan terhormat bila dapat membantu keberhasilan inovasi itu. Di samping itu sikap altruistik juga akan mendorong orang untuk meletakkan prioritas pada kepentingan bersama dari pada kepentingan pribadi sehingga akan lebih sering melupakan kepentingan sendiri untuk tercapainya kepentingan orang banyak. Ia akan merasa hidupnya lebih bermanfaat bila dapat bekerja untuk kepentingan orang banyak.

Inovasi dan timbulnya perubahan

Inovasi pendidikan yang sedang dilaksanakan di FK UGM saat ini merupakan hal yang banyak dibicarakan. Pelaksanaan inovasi pendidikan ternyata memerlukan banyak perubahan. Inovasi diprogramkan dan diarahkan pada tujuan untuk memperbaiki pendidikan sehingga diharapkan mampu menghasilkan keluaran yang lebih baik. Inovasi dilaksanakan karena banyak sebab dan salah satunya adalah timbulnya ketidakpuasan terhadap pendidikan yang ada sehingga harus dibuat perubahan baru. Perubahan yang dibuat mungkin akan sangat luas baik dalam lama waktu belajar, isi pelajaran, cara mengajar atau tujuan pengajaran.

Alasan lain timbulnya perubahan dalam pendidikan kedokteran adalah ilmu pengetahuan yang berkembang dengan cepat, demikian juga teknologi. Selanjutnya teknologi pendidikan dan ilmu kelola juga bertambah maju dengan pesat, sedangkan SDM sangat kurang sehingga semua ini menuntut perubahan dalam pendidikan kedokteran. Sukarnya memperoleh tenaga pengajar, apalagi yang berpengalaman dan dalam jumlah yang cukup banyak, menyebabkan pengelola pendidikan merasa perlu memperbaiki proses mengajar dengan melakukan usaha pengembangan SDM yang ada. Umumnya dosen FK tidak mempunyai bekal metodologi mengajar. Biasanya yang dipentingkan adalah penguasaan dan pendalaman materi yang diajarkan serta pengalaman dalam bidang ilmunya masing-masing.

Perubahan juga perlu dilakukan oleh karena filsafat ilmu dan filsafat kedokteran juga berubah, sehingga orang melihat kedokteran sekarang lain dari pada dahulu. Konsep tentang penyakit dan kesehatan berubah, demikian pula tentang pengobatan dan perannya dalam totalitas kebudayaan. Pandangan terhadap ilmu kedokteran juga berbeda-beda tergantung dari filsafat yang digunakan.2

Perubahan telah menimbulkan terjadinya pergantian dari suatu kondisi ke kondisi lain yang berpengaruh pada individu, kelompok dan bahkan pada institusi secara menyeluruh. Tentu saja bila menginginkan timbulnya perubahan yang memuaskan harus direncanakan secara sistematik. Aspek yang rumit (crucial) dalam proses perubahan itu adalah cara mengatasi atau mengurangi hambatan yang ada. Perubahan akan menjadi sangat mudah bila semua yang terlibat menginginkan dan meyakini bahwa memang diperlukan adanya perubahan. Agar perubahan terjadi sesuai dengan yang diharapkan maka harus dapat diciptakan (create) kepercayaan dan keyakinan antara mereka yang menghendaki perubahan dan mereka yang dapat mempengaruhi proses perubahan itu. Alur perubahan tidak seharusnya berakhir pada penerapannya (implementation). Harus dibuat kondisi yang selalu dapat diadaptasi untuk perubahan lebih lanjut (secara terus menerus), oleh karena itu perubahan selalu disesuaikan dengan kebutuhan sekarang sehingga harus bersifat situasi baru dan fleksibel. Fase akhir dari alur perubahan meliputi evaluasi yang efektif terhadap proses perubahan itu.

Pengembangan SDM harus direncanakan,3 berlangsung terus menerus untuk meningkatkan kemampuan dan penampilan melalui berbagai bentuk latihan, pendidikan, dan program pengembangan. Tujuan latihan untuk meningkatkan penampilan individu (SDM) sesuai tugas yang diembannya atau kemampuan lain yang berkaitan dengan tugas itu, serta menimbulkan motivasi kerja. Dengan demikian latihan meliputi aktivitas yang mampu meningkatkan hal-hal tersebut. Tujuan pendidikan adalah meningkatkan kemampuan individu secara menyeluruh pada hal-hal khusus yang berkaitan dengan tugasnya. Tujuan ini dapat dicapai dengan berbagai aktivitas seperti seminar tentang meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan kepemimpinan. Tujuan program pengembangan adalah memberikan kesempatan pada individu untuk berkembang ke jenjang yang lebih tinggi, dengan diberi kesempatan belajar agar memiliki wawasan yang luas dan mempersiapkan SDM yang mampu menyesuaikan diri dengan adanya perubahan dan pertumbuhan. Pada hakekatnya ruang lingkup SDM adalah pada 3 komponen tersebut dengan tujuan primer meningkatkan produktivitas tenaga dan mencegah berkurangnya ketrampilan yang telah dimiliki.

Pelaksanaan inovasi pendidikan ternyata membutuhkan perhatian yang serius dari semua sivitas akademika yang ada, termasuk meningkatnya SDM sebagai pelaksana inovasi itu merupakan kebutuhan yang perlu mendapatkan perhatian pula. Inovasi pendidikan yang berkembang dengan cepat memberi dampak pada keharusan SDM pelaksananya untuk ikut berkembang pula. Dapat diduga bahwa inovasi ini tidak akan berhasil bila tidak didukung oleh SDM yang bermutu dengan jumlah yang memadai. Inovasi pendidikan hanya akan berhasil kalau mendapat dukungan dari SDM yang berkualitas dengan kuantitas yang cukup. Oleh karena itu pengembangan SDM merupakan kebutuhan yang tak dapat dihindarkan. Pelaksanaan inovasi pendidikan telah mendorong keharusan pengembangan secara transparan. Terjadinya pertumbuhan yang besar dan kompleks sangat membutuhkan peningkatan SDM secara bermakna.

Proses pelaksanaan SDM

Inovasi mengharuskan adanya berbagai penyesuaian terhadap berbagai pengaruh. Penyesuaian pada pengaruh lingkungan internal maupun eksternal sangat memerlukan terjadinya perubahan, termasuk perubahan SDM yang terlibat. Keberhasilan usaha apapun sangat tergantung pada SDM pelaksananya.4 Oleh karena itu pengembagan SDM sangat dibutuhkan, dan proses pengembangan SDM itu secara umum melalui tahap berikut :

determine human resource development (HRD) needs: menentukan kebutuhan pengembangan SDM
establish specific objectives: menetapkan tujuan khusus
select HRD methods: memilih metode pengembangan SDM
implement HRD program: pelaksanaan program pengembangan SDM
evaluate HRD program: mengevaluasi program pengembangan SDM
Bila telah ditetapkan bahwa pengembangan SDM memang dibutuhkan maka segera ditentukan dan dipilih metode yang akan dipakai, seperti latihan, pendidikan, atau pengembangan program. Harus diperhatikan pula bahwa tujuan pengembangan SDM jangan terlalu sempit dan tidak pula terlalu luas. Perlu ditekankan bahwa tujuan pengembangan SDM adalah untuk meningkatkan produktivitas secara menyeluruh, mencegah sikap mempertahankan hal lama (sikap kolot), dan mempersiapkan SDM pada tugas yang lebih tinggi/maju.


Dasar pengembangan SDM

Dasar atau pedoman dalam mengembangkan SDM adalah:

Inti sifat manusia yang positif, sosial, menuju ke depan, rasional dan realistik.
Manusia pada dasarnya adalah kooperatif, konstruktif dan dapat dipercaya
Manusia mempunyai tendensi untuk mengaktualisasi diri, berprestasi dan mempertahankan diri.
Manusia mempunyai kemampuan dasar untuk memilih tujuan yang benar dan membuat pilihan yang benar, jika ia dalam situasi yang bebas dari ancaman.


Maturitas dalam pengembangan SDM

Kualitas manusia dapat dilihat dari beberapa hal, salah satunya adalah dari maturitas atau kematangan kepribadiannya. Maturitas tidak tergantung pada usia atau gelar yang disandang, dan tidak dapat dimiliki secara otomatis tetapi harus diciptakan dan dipelihara dengan baik. Agar mampu menjadi tenaga yang aktif, produktif dan berkualitas maka ia harus memiliki kematangan kepribadian karena seseorang yang berkepribadian matang akan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Mampu beradaptasi dengan setiap stresor yang dihadapinya. Mempunyai pengertian tentang motivasi orang, cepat tanggap, dan mampu mengendalikan dirinya sehingga tidak memaksakan kehendak. Sikap dan tingkah lakunya tampak sebagai orang yang sabar.
2. Mempunyai pikiran dan pandangan yang luas, bertindak berdasarkan pelajaran dan pengalaman masa lampaunya, dengan demikian ia akan selalu dapat mengubah bahkan mengubah kehidupan masa depan yang lebih baik.
3. Mampu menerima kesalahannya dengan penuh rasa tanggung jawab. Ia menyadari bahwa manusia adalah makhluk yang lemah yang bisa lalai dan lupa sehingga ia harus dapat menerima kelemahan yang ada pada dirinya, dan selalu dapat belajar dari kesalahannya yang lalu.
4. Mampu dan mengerti akan kehidupan di masa-masa yang akan datang. Ia akan bersedia berkorban pada masa kini untuk masa datang yang lebih baik. Tidak terpaku pada masa sekarang tetapi mampu melihat jauh ke depan sehingga hidupnya akan selalu dibekali dengan keinginan untuk selalu memperbaiki kehidupannya. Ia mampu berpikir bahwa sesuatu yang kurang dapat diperbaiki dan yang telah baikpun masih bisa diperbaiki lagi.
5. Memiliki sifat altruistik yang menonjol dan mantap sehingga ia mampu dan mau berkorban untuk kepentingan orang lain, baik berkorban kesenangan, waktu, pikiran, tenaga, bahkan harta kekayaan. Memiliki integritas yang tinggi sehingga mudah bekerja sama dengan baik dan tidak egois karena ia jauh dari sifat mementingkan diri sendiri.
6. Mampu bersikap terbuka sehingga ia berani mengatakan yang benar adalah benar, dan yang salah adalah salah. Ia akan mampu menerima realita yang dihadapinya.
7. Mampu dan dapat bertanggung jawab pada segala tindakannya. Ia sadar bahwa hidup ini harus dihadapinya dengan sungguh-sungguh dan dengan persiapan yang baik. Ia akan selalu berpedoman bahwa hari esok harus lebih baik dari hari sekarang.


Motivasi dalam pengembangan SDM

Motivasi adalah keinginan atau gairah untuk melakukan sesuatu.
Tanpa motivasi tak akan ada kegiatan karena tanpa motivasi orang akan menjadi pasif. Oleh karena itu pada setiap usaha apapun timbulnya motivasi sangat dibutuhkan. Untuk mau berkembang orang juga memerlukan motivasi. Agar suatu institusi memiliki SDM dengan motivasi memadai, banyak faktor yang perlu diperhatikan. Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam pengembangan SDM adalah terpenuhinya kebutuhan dasar (basic needs) manusia yang meliputi :

1. Kebutuhan biologik (biological needs), yang meliputi kebutuhan makan, minum, pakaian, perumahan dan kesehatan. Untuk memenuhi kebutuhan ini maka yang perlu diperhatikan adalah gaji atau upah yang memadai, jaminan hari tua, jaminan kesehatan, jam kerja, jam istirahat, dan beban kerja.

2. Kebutuhan akan kasih sayang (love and to be loved) yang dapat dipenuhi dengan memperhatikan adanya wadah untuk komunikasi yang baik secara horizontal maupun vertikal. Upayakan untuk menghilangkan atau setidak-tidaknya mengurangi jarak atau gap antara perseorangan ataupun antar kelompok. Hindari birokrasi. Kompetisi hendaknya dilakukan secara sehat. Transparansi sangat dibutuhkan.

3. Kebutuhan akan rasa aman (safety and security) yang dapat dipenuhi dengan upaya mencegah terjadinya isolasi sosial baik pada perseorangan maupun kelompok. Manajemen harus diperbaiki menuju manajemen yang terbuka. Konflik yang terjadi harus diselesaikan dengan tidak memihak. Kebutuhan akan rasa aman ini timbul karena orang berpikir akan masa depannya seperti mereka berpikir akan kebutuhan masa sekarang. Orang ingin bebas dari ancaman, butuh mendapatkan perlindungan dari bahaya dan kecelakaan, serta mendapatkan lingkungan yang damai.

4. Kebutuhan akan rasa memiliki dan dimiliki (sense of belonging), yang dapat dicapai dengan cara memperbaiki sistem organisasi kerja yaitu dengan memperhatikan setiap komponen yang ada di dalam sistem itu tanpa pandang bulu. Pendayagunaan SDM harus serasi, dan pembagian kerja (job description) harus jelas. Pengembangan tiap individu agar diperhatikan sesuai dengan bakat dan kemampuan yang dimilikinya.

5. Kebutuhan akan rasa dihargai (ego, status, and esteem needs). Termasuk dalam kebutuhan ini adalah : the desire for prestige, status, dominance, recognition, attention, importance, dan appreciation. Kebutuhan ini dapat dipenuhi antara lain dengan menciptakan suasana yang jelas antara adanya penghargaan dan hukuman (reward & punishment). Bagi mereka yang memang berkualitas harus diberi penghargaan yang sesuai dan bagi mereka yang salah dan melanggar serta bekerja kurang baik harus pula mendapat teguran atau hukuman yang memadai. Kebutuhan ini akan didapat pula bila dapat dicegah adanya situasi penolakan (reject) baik pada perorangan ataupun pada suatu kelompok. Hindari adanya kondisi atau situasi feodalisme.

6. Kebutuhan aktualisasi diri (actualization) yang dapat terpenuhi dengan adanya lapangan kerja yang memadai, serta memberikan kesempatan seluas-luasnya pada mereka yang memang ingin berkembang. Hindari dan cegah adanya lingkungan yang suka menghambat dengan perencanaan yang baik.
7. Konsep tingkat kebutuhan manusia menurut Maslow mampu menjelaskan tentang motivasi orang secara umum. Meskipun demikian perbedaan alasan akan kebutuhan itu tetap tidak dapat dijelaskan, demikian pula nilai tiap kebutuhan itu. Kebutuhan manusia berubah dari hari ke hari, bahkan dari menit ke menit. Intensitas tiap kebutuhan yang sama juga sangat bervariasi, tidak hanya antara individu tetapi juga pada kehidupan individu yang sama. Suatu saat orang butuh companionship tetapi pada saat yang lain ia butuh kesendirian.

Bila kebutuhan dasar itu dapat terpenuhi maka orang akan termotivasi untuk berkembang. Hal ini akan mempermudah tercapainya pelaksanaan inovasi yang ingin memperbaiki pendidikan, dan tujuan perbaikan pendidikan adalah untuk menaikkan daya guna dengan hasil akhir keluaran yang lebih baik.


Penutup

Mengembangkan SDM agar menjadi tenaga yang handal, aktif, produktif dan berkualitas merupakan tanggung jawab bersama. Terpenuhinya kebutuhan dasar merupakan sumber kekuatan yang sangat diperlukan untuk dapat menunjang pengembangan SDM menjadi tenaga yang matang.

Tekanan pada tujuan pengembangan SDM adalah untuk meningkatkan produktivitas secara menyeluruh, mencegah timbulnya pola pikir kolot, dan mempersiapkan SDM untuk mampu melakukan tugas yang lebih berbobot.


Daftar pustaka

Jacob. Perubahan-perubahan dalam pendidikan kedokteran-Renungan, ramalan, dan saran. Berkala Ilmu Kedokteran XII 1980;suppl:1-20.
Radiopoetro. Filsafat kedokteran. Berkala Ilmu Kedokteran 1980;XII:suppl 21-30.
Mondy RW, Noe RM. Human resource management. Fourth Edition. Boston: Publication Allyn & Bacon, 1990;275-80.
Hornby P, Ray DK, Shipp PJ, Hall TL. Guidelines for health manpower planning. WHO, Geneva 1980;7-43.
Martaniah SM. Konseling pribadi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 1985.
D'Souza, A. Leadership, a trilogy on leadership and effective management. Nairobi, Kenya: Pauline Publication Africa, 1995:235-47.
Utomo T, Ruijter K. Peningkatan dan pengembangan pendidikan, manajemen perkuliahan dan metode perbaikan pendidikan. Jakarta: PT Gramedia, 1989:8-10.
oleh :
Soewadi
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa,
Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, Yogyakarta




















KUNCI ILMU

Sabtu, 2009 Mei 16
Perlunya Program Inovasi di Lembaga Pendidikan

BAB I

PENDAHULUAN



A. Latar Belakang

Dengan adanya kecenderungan globalisasi dan keinginan untuk menyesuaikan tuntutan kebutuhan serta aspirasi bangsa Indonesia di masa depan akan membawa implikasi terhadap perubahan-perubahan kebijakan, khususnya dalam bidang pendidikan. Misi pendidikan nasional adalah menghasilkan insan Indonesia cerdas dan kompetitif yang adaptable terhadap perubahan dan kebutuhan stakeholders. Disamping itu, lembaga pendidikan dapat menjawab fenomena empat pilar pendidikan (learning to know, learning to do learning to be, and learning to live together). Untuk itulah lembaga pendidikan berupaya mewujudkannya melalui inovasi-inovasi pendidikan.

Suatu inovasi tidak begitu saja dapat diterima. Perubahan-perubahan yang dibawa inovasi memerlukan persiapan dan waktu yang panjang, Kecepatan pelaksanaannya tergantung pada kondisi sekolah dan kesiapan para pelaksana. Cepat atau lambatnya suatu inovasi diterima oleh masyarakat atau sekolah tergantung pada karakteristik inovasi tersebut Menurut Everett M. Rogers (1983), ada lima karakteristik suatu inovasi agar dapat diterima, yaitu:

Keuntungan relatif, yaitu sejauh mana inovasi dianggap menguntungkan bagi penerimanya. Tingkat keuntungan atau kemanfaatan suatu inovasi dapat diukur dari nilai ekonomi, kepuasan, dan status sosial, atau karena mempunyai komponen yang sangat penting. Makin menguntungkan bagi penerima makin cepat tersebarnya inovasi.

Kompatibel, yaitu tingkat kesesuaian inovasi dengan nilai, pengalaman masa lampau, dan kebutuhan penerima.

Kompleksitas, yaitu tingkat kesukaran untuk memahami dan menggunakan inovasi bagi penerima. Suatu inovasi yang mudal dimengerti dan mudah digunakan akan cepat tersebar, sedangkan inovasi yang sukar dimengerti atau sukar dipergunakan akan lambat proses penyebarannya.

Triabilitas, yaitu dapat dicoba atau tidaknya suatu inovasi oleh penerima.

Observabilitas, yaitu mudah tidaknya diamati suatu inovasi.

Fullan (1996) menerangkan bahwa tahun 1960-an adalah era di mana banyak inovasi-inovasi pendidikan kontemporer diadopsi, seperti matematika, kimia dan fisika baru, mesin belajar (teaching machine), pendidikan terbuka, pembelajaran individu, pengajaran secara team (team teaching) dan termasuk dalam hal ini adalah sistem belajar mandiri.

Berbicara mengenai inovasi (pembaharuan) mengingatkan kita pada istilah invention dan discovery. Invention adalah penemuan sesuatu yang benar-benar baru artinya hasil karya manuasia. Discovery adalah penemuan sesuatu benda yang sebenarnya telah ada sebelumnya. Dengan demikian, inovasi dapat diartikan usaha menemukan benda yang baru dengan jalan melakukan kegiatan (usaha) invention dan discovery. Dalam kaitan ini Ibrahim (1989) mengatakan bahwa inovasi adalah penemuan yang dapat berupa sesuatu ide, barang, kejadian, metode yang diamati sebagai sesuatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat). Inovasi dapat berupa hasil dari invention atau discovery. Inovasi dilakukan dengan tujuan tertentu atau untuk memecahkan masalah (Subandiyah 1992:80). Faktor-faktor yang dijadikan Pertimbangan pihak adopter dalam membuat keputusan untuk menerima atau menolak produk suatu inovasi jika dikaitkan dengan pemikiran Everett M. Rogers (1983) dalam diffusion of innovasion dipengaruhi oleh 5 (lima) karakteristik inovasi.

Rumusan Masalah

Pengapa perlu innovasi di lembaga pendidikan? Dan saja manfaatnya?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penlisan makalah ini, selain untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen Inovasi Pendidikan, juga diharapkan dapat menjadi sumber inspirasi bagi orang-orang yang hidup di kalangan pendidikan untuk senantiasa menciptakan inovasi guna meningkatkan kualitas pendidikan yangb lebih baik.

D. Manfaat Penulisan

Semoga makalah ini dapat mengetuk pintu hati dan membuka mata para pejabat pemerintah, guru-guru, para orang tua serta orang-orang yang bertanggung jawab dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Negara Indonesia.


BAB II

PEMBAHASAN


A. Inovasi Pendidikan

Inovasi adalah: ide-ide baru, kegiatan-kegiatan baru, atau obyek-obyek yang dapat dirasakan sebagai sesuatu yang baru oleh individu atau masyarakat sasaran penyebaran inovasi. Lionberger dan Gwin (1982) mengartikan inovasi tidak sekadar sebagai sesuatu yang baru, tetapi lebih luas dari itu, yakni sesuatu yang dinilai baru atau dapat mendorong terjadinya pembaharuan dalam masyarakat atau pada lokalitas tertentu.

Pengertian “baru” disini, mengandung makna bukan sekadar “baru diketahui” oleh pikiran (cognitive), akan tetapi juga baru karena belum dapat diterima secara luas oleh seluruh warga masyarakat dalam arti sikap (attitude) dan juga baru dalam pengertian belum diterima dan dilaksanakan/diterapkan oleh seluruh warga masyarakat setempat.

Pengertian inovasi tidak hanya terbatas pada benda atau barang hasil produksi saja, tetapi mencakup: ideologi, kepercayaan, sikap hidup, informasi, perilaku, atau gerakan-gerakan menuju kepada proses perubahan di dalam segala bentuk tata kehidupan masyarakat. Dengan demikian, pengertian inovasi dapat semakin diperluas menjadi

“Sesuatu ide, produk, informasi teknologi, kelembagaan, perilaku, nilai-nilai, dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima, dan digunakan/diterapkan/dilaksanakan oleh sebagian besar warga masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu, yang dapat digunakan atau mendorong terjadinya perubahan-perubahan di segala aspek kehidupan masyarakat demi selalu terwujudnya perbaikan-perbaikaan mutu hidup setiap individu dan seluruh warga masyarakat yang bersangkutan”.

Pengertian “baru” yang melekat pada istilah inovasi tersebut bukan selalu berarti baru diciptakan, tetapi dapat berupa sesuatu yang sudah “lama” dikenal, diterima, atau digunakan/diterapkan oleh masyarakat di luar sistem sosial yang menganggapnya sebagai sesuatu yang masih “baru”. Pengertian “baru” juga tidak selalu harus datang dari luar, tetapi dapat berupa teknologi setempat (indegenuous technology) atau kebiasaan setempat (kearifan tradisional) yang sudah lama ditinggalkan.

B. Perlunya Inovasi di Lembaga Pendidikan

Inovasi di lembaga pendidikan adalah langkah tepat yang harus diambil oleh pimpinan di lembaga tersebut, hal ini mengingat percepatan kemajuan zaman semakin melaju dengan akselerasi yang luar biasa, sementara itu dunia pendidikan juga dituntut untuk mengimbangi percepatan kemajuan tersebut. Seorang pmipinan di lembaga pendidikan memang merupakan “lokomotif” dari sebuah lembaga pendidikan/sekolah, maju tidaknya sekolahan tergantung dari upaya keras kepala sekolah dalam memanage sekolahan tersebut. Dalam kehidupan modern sekarang ini, pendidikan dihadapkan pada berbagai tantangan perubahan yang sangat cepat dan kadang-kadang kehadirannya sulit diprediksikan, sehingga menuntut setiap organisasi untuk dapat memiliki kemampuan antisipatif dan adaptif terhadap berbagai kemungkinan sebagai konsekwensi dari adanya perubahan. Begitu pula dengan sekolah, sebagai institusi yang bergerak dalam bidang jasa pendidikan akan dihadapkan pada berbagai tantangan perubahan. Ketidakmampuan sekolah dalam mengantisipasi dan beradaptasi dengan perubahan yang terjadi, lambat laun akan dapat menimbulkan keterpurukan sekolah itu sendiri, dan habis ditelan oleh perubahan.Bentuk sikap antisipatif dan adaptif ini dapat dilakukan melalui upaya untuk melaksanakan inovasi secara terus-menerus dalam proses manajemen. Jika kita mengacu pada konsep Total Quality Manajemen, maka upaya perbaikan secara terus menerus dalam proses manajemen di sekolah menjadi kebutuhan organisasi yang sangat mendasar.

Salah satu kaidah dalam mengaplikasikan TQM adalah adanya perbaikan kinerja sistem secara berkelanjutan. Untuk itu, kegiatan inovasi menjadi amat penting adanya. Berbicara tentang sikap antisipatif ini, kita akan diingatkan pula dengan konsep budaya organisasi yang adaptif yang dikemukakan oleh Ralph Klinmann bahwa budaya adaptif merupakan sebuah budaya dengan pendekatan yang bersifat siap menanggung resiko, percaya, dan proaktif terhadap kehidupan individu. Para anggota secara aktif mendukung usaha satu sama lain untuk mengidentifikasi semua masalah dan mengimplementasikan pemecahan yang dapat berfungsi. Ada suatu rasa percaya (confidence) yang dimiliki bersama.

Para anggotanya percaya, tanpa rasa bimbang bahwa mereka dapat menata olah secara efektif masalah baru dan peluang apa saja yang akan mereka temui. Kegairahan yang menyebar luas, satu semangat untuk melakukan apa saja yang dia hadapi untuk mencapai keberhasilan organisasi. Para anggota ini reseptif terhadap perubahan dan inovasi. Dengan demikian, sikap antisipatif dan adaptif terhadap perubahan seyogyanya menjadi bagian dari budaya organisasi di sekolah, yang ditunjukkan dengan upaya melakukan berbagai inovasi pendidikan.

Menurut santoso (1974) tujuan utama inovasi, yakni meningkatkan sumber-sumber tenaga, uang dan sarana termasuk struktur dan prosedur organisasi. Tujuan inovasi pendidikan adalah meningkatkan efisiensi, relevansi, kualitas dan efektivitas : sarana serta jumlah peserta didik sebanyak-banyaknya dengan hasil pendidikan sebesar-besarnya (menurut kriteria kebutuhan peserta didik, masyarakat dan pembangunan) dengan menggunakan sumber, tenaga, uang, alat dan waktu dalam jumlah yang sekecil-kecilnya.

Kalau dikaji, arah tujuan inovasi pendidikan Indonesia tahap demi tahap, yaitu :

1. Mengejar ketinggalan-ketinggalan yang dihasilkan oleh kemajuan-kemajuan ilmu dan tekhnologi sehingga makin lama pendidikan di Indonesia makin berjalan sejajar dengan kemajuan-kemajuan tersebut.

2. Mengusahakan terselenggarakannya pendidikan sekolah maupun luar sekolah bagi setiap warga Negara, misalnya meningkatkan daya tampung usia sekolah SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi.

3. Disamping itu, akan diusahakan peningkatan mutu yang dirasakan makin menurun dewasa ini. Dengan sistem penyampaian yang baru, diharapkan peserta didik menjadi manusia yang aktif, kreatif dan terampil memecahkan masalahnya sendiri.

Adapun tujuan inovasi pendidikan di Indonesia pada umumnya adalah :

1. Lebih meratanya pelayanan pendidikan

2. Lebih serasinya kegiatan belajar

3. Lebih efisien dan ekonomisnya pendidikan

4. Lebih efektif dan efisiensinya sistem penyajian

5. Lebih lancar dan sempurnanya sistem informasi kebijakan

6. Lebih dihargainya unsur kebudayaan nasional

7. Lebih kokohnya kesadaran, identitas dan kesadaran nasional

8. Tumbuhnya masyarakat gemar belajar

9.Tersebarnya paket pendidikan yang memikat, mudah dicerna dan mudah diperoleh

10. Meluasnya kesempatan kerja

C. Masalah-Masalah yang Menuntut Adanya Inovasi

Pendidikan kita dewasa ini menghadapi berbagai tantangan dan persoalan. Adapun masalah-masalah yang menuntut diadakan inovasi di Indonesia, yaitu :

1. Bertambahnya jumlah penduduk yang sangat cepat dan sekaligus bertambahnya keinginan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang secara kumulatif menuntut tersedianya sarana pendidikan yang memadai.

2. Berkembangnya ilmu pengetahuan yang modern menghendaki dasar-dasar pendidikan yang kokoh dan penguasaan kemampuan terus menerus dan dengan demikian menuntut pendidikan yang lebih lama sesuai dengan konsep pendidikan seumur hidup (long education).

3. Berkembangnya tekhnologi yang mempermudah manusia dalam menguasai dan memanfaatkan alam dan lingkungannya, tetapi yang sering kali ditangani sebagai suatu ancaman terhadap kelestarian peranan manusiawi.

Tantangan-tantangan di atas lebih berat lagi dirasakan karena berbagai persoalan datang baik dari luar maupun dari dalam system pendidikan itu sendiri, yaitu di antaranya :

1. Sumber-Sumber yang makin terbatas dan belum dimanfaatkannya sumber yang ada secara efektif dan efisien.

2. Sistem pendidikan yang masih lemah dengan tujuan yang masih kabur, kurikulumnya belum serasi, relevan, suasana belum menarik dan sebagainya.

3. Pengelolaan pendidikan yang belum mekar dan mantap dan belum peka terhadap perubahan dan tuntutan keadaan, baik masa kini maupun masa akan datang.

D. Faktor-Faktor yang Perlu Diperhatikan Dalam Inovasi Pendidikan

Faktor-faktor utama yang perlu diperhatikan dalam inovasi pendidikan adalah guru, siswa, kurikulum dan fasilitas, dan program/tujuan.

1. Guru

Guru sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan merupakan pihak yang sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar. Kepiawaian dan kewibawaan guru sangat menentukan kelangsungan proses belajar mengajar di kelas maupun efeknya di luar kelas. Guru harus pandai membawa siswanya kepada tujuan yang hendak dicapai.

Ada beberapa hal yang dapat membentuk kewibawaan guru antara lain adalah penguasaan materi yang diajarkan, metode mengajar yang sesuai dengan situasi dan kondisi siswa, hubungan antar individu, baik dengan siswa maupun antar sesama guru dan unsur lain yang terlibat dalam proses pendidikan seperti adminstrator, misalnya kepala sekolah dan tata usaha serta masyarakat sekitarnya, pengalaman dan keterampilan guru itu sendiri.

Dengan demikian, maka dalam pembaharuan pendidikan, keterlibatan guru mulai dari perencanaan inovasi pendidikan sampai dengan pelaksanaan dan evaluasinya memainkan peran yang sangat besar bagi keberhasilan suatu inovasi pendidikan. Tanpa melibatkan mereka, maka sangat mungkin mereka akan menolak inovasi yang diperkenalkan kepada mereka. Hal ini seperti diuraikan sebelumnya, karena mereka menganggap inovasi yang tidak melibatkan mereka adalah bukan miliknya yang harus dilaksanakan, tetapi sebaliknya mereka menganggap akan mengganggu ketenangan dan kelancaran tugas mereka. Oleh karena itu, dalam suatu inovasi pendidikan, gurulah yang utama dan pertama terlibat karena guru mempunyai peran yang luas sebagai pendidik, sebagai orang tua, sebagai teman, sebagai dokter, sebagi motivator dan lain sebagainya.

2. Siswa

Sebagai obyek utama dalam pendidikan terutama dalam proses belajar mengajar, siswa memegang peran yang sangat dominan. Dalam proses belajar mengajar, siswa dapat menentukan keberhasilan belajar melalui penggunaan intelegensia, daya motorik, pengalaman, kemauan dan komitmen yang timbul dalam diri mereka tanpa ada paksaan. Hal ini bisa terjadi apabila siswa juga dilibatkan dalam proses inovasi pendidikan, walaupun hanya dengan mengenalkan kepada mereka tujuan dari pada perubahan itu mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan, sehingga apa yang mereka lakukan merupakan tanggung jawab bersama yang harus dilaksanakan dengan konsekwen. Peran siswa dalam inovasi pendidikan tidak kalah pentingnya dengan peran unsur-unsur lainnya, karena siswa bisa sebagai penerima pelajaran, pemberi materi pelajaran pada sesama temannya, petunjuk, dan bahkan sebagai guru. Oleh karena itu, dalam memperkenalkan inovasi pendidikan sampai dengan penerapannya, siswa perlu diajak atau dilibatkan sehingga mereka tidak saja menerima dan melaksanakan inovasi tersebut, tetapi juga mengurangi resistensi seperti yang diuraikan sebelumnya.

3. Kurikulum

Kurikulum pendidikan, lebih sempit lagi kurikulum sekolah meliputi program pengajaran dan perangkatnya merupakan pedoman dalam pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di sekolah. Oleh karena itu kurikulum sekolah dianggap sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam proses belajar mengajar di sekolah, sehingga dalam pelaksanaan inovasi pendidikan, kurikulum memegang peranan yang sama dengan unsur-unsur lain dalam pendidikan. Tanpa adanya kurikulum dan tanpa mengikuti program-program yang ada di dalamya, maka inovasi pendidikan tidak akan berjalan sesuai dengan tujuan inovasi itu sendiri. Oleh karena itu, dalam pembahruan pendidikan, perubahan itu hendaknya sesuai dengan perubahan kurikulum atau perubahan kurikulum diikuti dengan pembaharuan pendidikan dan tidak mustahil perubahan dari kedua-duanya akan berjalan searah.

4. Fasilitas

Fasilitas, termasuk sarana dan prasarana pendidikan, tidak bisa diabaikan dalam dalam proses pendidikan khususnya dalam proses belajar mengajar. Dalam pembahruan pendidikan, tentu saja fasilitas merupakan hal yang ikut mempengaruhi kelangsungan inovasi yang akan diterapkan. Tanpa adanya fasilitas, maka pelaksanaan inovasi pendidikan akan bisa dipastikan tidak akan berjalan dengan baik. Fasilitas, terutama fasilitas belajar mengajar merupakan hal yang esensial dalam mengadakan perubahan dan pembahruan pendidikan. Oleh karena itu, jika dalam menerapkan suatu inovasi pendidikan, fasilitas perlu diperhatikan. Misalnya ketersediaan gedung sekolah, bangku, meja dan sebagainya. 5. Lingkup Sosial Masyarakat.

Dalam menerapakan inovasi pendidikan, ada hal yang tidak secara langsung terlibat dalam perubahan tersebut tapi bisa membawa dampak, baik positif maupun negatif, dalam pelaklsanaan pembahruan pendidikan. Masyarakat secara tidak langsung atau tidak langsung, sengaja maupun tidak, terlibat dalam pendidikan. Sebab, apa yang ingin dilakukan dalam pendidikan sebenarnya mengubah masyarakat menjadi lebih baik terutama masyarakat di mana peserta didik itu berasal. Tanpa melibatkan masyarakat sekitarnya, inovasi pendidikan tentu akan terganggu, bahkan bisa merusak apabila mereka tidak diberitahu atau dilibatkan. Keterlibatan masyarakat dalam inovasi pendidikan sebaliknya akan membantu inovator dan pelaksana inovasi dalam melaksanakan inovasi pendidikan.

E. Karakteristik Inovasi Pendidikan

Faktor-faktor yang dijadikan pertimbangan pihak adopter (pengguna inovasi) dalam membuat keputusan untuk menerima atau menolak produk suatu inovasi jika dikaitkan dengan pemikiran Everett M. Rogers (1983) dalam diffusion of innovasion dipengaruhi oleh 5 (lima) karakteristik inovasi yaitu :

1. Relative advantage (Keunggulan relatif)

Para adopter akan menilai apakah suatu Inovasi itu relatif menguntungkan atau lebih unggul dibanding yang lainnya atau tidak. Untuk adopter yang menerima secara cepat suatu inovasi, akan melihat inovasi itu sebagai sebuah keunggulan.

Keunggulan relatif adalah derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih baik/unggul dari yang pernah ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi eknomi, prestise social, kenyamanan, kepuasan dan lain-lain. Semakin besar keunggulan relatif dirasakan oleh pengadopsi, semakin cepat inovasi tersebut dapat diadopsi.

2. Compatibility (Kompatibilitas/Konsisten)

Kompatibilitas adalah derajat dimana inovasi tersebut dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan pengadopsi. Sebagai contoh, jika suatu inovasi atau ide baru tertentu tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, maka inovasi itu tidak dapat diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang sesuai (compatible).Adopter juga akan mempertimbangkan pemanfaatan inovasi berdasarkan konsistensinya pada nilai-nilai, pengalaman dan kebutuhannya.

3. Complexity (Kompleksitas/kerumitan)

Kerumitan adalah derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit untuk dipahami dan digunakan. Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan dimengerti oleh pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi.

Adopter atau pengguna inovasi juga akan menilai tingkat kesulitan atau kompleksitas yang akan dihadapinya jika mereka memanfaatkan inovasi. Artinya bagi individu yang lambat mamahami dan menguasainya tentu akan mengalami tingkat kesulitan lebih tinggi dibanding individu yang cepat memahaminya. Tingkat kesulitan tersebut berhubungan dengan pengetahuan dan kemampuan seseorang untuk mempelajari istilah-istilah dalam inovasi itu.

4. Trialability (Kemampuan untuk dapat diuji)

Kemampuan untuk diuji cobakan adalah derajat dimana suatu inovasi dapat diuji-coba batas tertentu. Suatu inovasi yang dapat di uji-cobakan dalam seting sesungguhnya umumnya akan lebih cepat diadopsi. Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu inovasi sebaiknya harus mampu menunjukan (mendemonstrasikan) keunggulannya.

Kemampuan untuk dapat diuji bertujuan untuk mengurangi ketidakpastian. Mempunyai kemungkinan untuk diuji coba terlebih dahulu oleh para adopter untuk mengurangi ketidakpastian mereka terhadap inovasi itu.


5. Observability (Kemampuan untuk dapat diamati)

Kemampuan untuk diamati adalah derajat dimana hasil suatu inovasi dapat terlihat oleh orang lain. Semakin mudah seseorang melihat hasil dari suatu inovasi, semakin besar kemungkinan orang atau sekelompok orang tersebut mengadopsi. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besar keunggulan relatif; kesesuaian (compatibility); kemampuan untuk diuji cobakan dan kemampuan untuk diamati serta semakin kecil kerumitannya, maka semakin cepat kemungkinan inovasi tersebut dapat diadopsi.

Dengan kemampuan untuk diamati akan mendorong adopter untuk memberikan penilaian apakah inovasi itu mampu meningkatkan status sosial mereka di depan orang lain sehingga dirinya akan dianggap sebagai orang yang inovatif.


BAB III

KESIMPULAN


Inovasi pendidikan adalah inovasi dalam bidang pendidikan atau inovasi untuk memecahkan masalah pendidikan. Jadi, inovasi pendidikan adalah suatu ide, barang, metode, yang dirasakan atau diamati berbagai hal yang baru bagi hasil seseorang atau kelompok orang (masyarakat), baik berupa hasil inverse (penemuan baru) atau discovery (baru ditemukan orang), yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan atau untuk memecahkan masalah pendidikan.

Inovasi di lembaga pendidikan adalah langkah tepat yang harus diambil oleh pimpinan di lembaga tersebut, hal ini mengingat percepatan kemajuan zaman semakin melaju dengan akselerasi yang luar biasa, sementara itu dunia pendidikan juga dituntut untuk mengimbangi percepatan kemajuan tersebut. Seorang pmipinan di lembaga pendidikan memang merupakan “lokomotif” dari sebuah lembaga pendidikan/sekolah, maju tidaknya sekolahan tergantung dari upaya keras kepala sekolah dalam memanage sekolahan tersebut. Dalam kehidupan modern sekarang ini, pendidikan dihadapkan pada berbagai tantangan perubahan yang sangat cepat dan kadang-kadang kehadirannya sulit diprediksikan, sehingga menuntut setiap organisasi untuk dapat memiliki kemampuan antisipatif dan adaptif terhadap berbagai kemungkinan sebagai konsekwensi dari adanya perubahan. Begitu pula dengan sekolah, sebagai institusi yang bergerak dalam bidang jasa pendidikan akan dihadapkan pada berbagai tantangan perubahan. Ketidakmampuan sekolah dalam mengantisipasi dan beradaptasi dengan perubahan yang terjadi, lambat laun akan dapat menimbulkan keterpurukan sekolah itu sendiri, dan habis ditelan oleh perubahan.

Dengan adanya kecenderungan globalisasi dan keinginan untuk menyesuaikan tuntutan kebutuhan serta aspirasi bangsa Indonesia di masa depan akan membawa implikasi terhadap perubahan-perubahan kebijakan, khususnya dalam bidang pendidikan. Misi pendidikan nasional adalah menghasilkan insan Indonesia cerdas dan kompetitif yang adaptable terhadap perubahan dan kebutuhan stakeholders. Disamping itu, lembaga pendidikan dapat menjawab fenomena empat pilar pendidikan (learning to know, learning to do learning to be, and learning to live together). Untuk itulah lembaga pendidikan berupaya mewujudkannya melalui inovasi-inovasi pendidikan.



Diposkan oleh IIT ARAMSIH di 10:03
0 komentar:

Poskan Komentar



Posting Lama
Halaman Muka
Langgan: Poskan Komentar (Atom)
Pengikut

Arsip Blog
▼ 2009 (2)
▼ Mei (1)
Perlunya Program Inovasi di Lembaga Pendidikan
► Maret (1)
Mengenai Saya
IIT ARAMSIH
Lihat profil lengkapku

1 komentar:

  1. blognya sudah saya periksa, bagus n terus di kembangkan dengan tulisan tulisan yang bisa menunjang pada profesinya.

    BalasHapus